Segala puji bagi Allah swt.. Tuhan pemilik langit dan bumi, dan segenap apa yang ada di antara keduanya. Sholawat berangkaikan salam semoga senantiasa tercurah buat Nabi Besar Muhammad saw..
Allah swt. telah menganugerahkan kepada kita manusia daya
pikir dan nalar untuk memahami sesuatu. Namun, daya pikir dan nalar itu mempunyai
keterbatasan. Bila saja dalam memahami sesuatu kita sampai kepada sebuah
kesimpulan yang memuaskan keingintahuan kita, maka berbahagialah, meski belum
tentu itu yang dimaksudkan Allah. Tetapi bilamana kita tidak kunjung menemukan
sebuah kesimpulan karena keterbatasan daya pikir dan nalar kita, yakinlah Allah
punya maksud sendiri tentang hakikat yang diinginkan-Nya di balik sesuatu.
Penciptaan kita manusia dapat menjadi sebuah contoh. Firman
Allah dalam surat al-Hujarat ayat 13: يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ , “Hai sekalian manusia, sesungguhnya kami telah ciptakan kalian dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami telah jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.”
Meski dilahirkan sama-sama dari rahim ibu, kita muncul
sebagai manusia yang berbeda. Ada yang berkulit putih, ada yang hitam, ada yang
bermata sipit, ada yang bermata biru, ada yang rambut keriting, ada pula yang berambut
pirang. Demikian pula halnya, ada yang lahir di daerah tropis, ada pula di
daerah bersalju, ada yang di pegunungan, ada yang di pesisir pantai, bahkan ada
yang dilahirkan di daerah gurun pasir.
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah...
Dewan Juri
yang mulia
Mencermati penomena ini, tentunya menimbulkan sebuah
pertanyaan dalam hati kita. Kenapa tidak Allah jadikan saja kita satu? Tidak
sanggupkah Allah? Sanggup!! Pasti Allah sanggup!! Dalam al-Qur’an, surat Hud
ayat 118 Allah berfirman: وَلَوْ
شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan sekalian manusia menjadi umat yang
satu.”
Allah sanggup kok menjadikan seluruh manusia menjadi
umat yang satu, menganut satu agama saja dan tunduk dengan sendirinya
kepada Allah seperti halnya para malaikat. Tetapi Allah tidak menghendaki yang demikian, sehingga manusia
tidak menjadi satu umat saja. Kita menjadi heterogen. Allah memberikan kita
kebebasan untuk memilah dan memilih. Bagaikan sebuah taman, tidaklah ia akan
menyejukkan pandangan mata bila hanya sekuntum bunga yang tumbuh. Semakin
banyak ragam bunga semakin senang mata memandang. Itulah pula mungkin di antara
maksud Allah menjadikan kita berbeda satu dengan lainnya. Namun, kadang nalar
kita tak sanggup mencapai hakikat itu.
Hanya saja sangat disayangkan, Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah, Dewan Juri yang mulia, di ujung ayat Allah katakan: وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ “Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.” mereka senantiasa
bersilang kata, yang kadangkala menyangkut persoalan pokok agama yang mestinya
tidak diperselisihkan. Mereka berselisih menurut kecenderungan, cara berfikir,
kepentingan dan hawa nafsu masing-masing. Tiap kubu bersikeras bertahan dengan
pendapatnya tanpa mau bertarik ulur. Jika ini yang terjadi, di sinilah awal
mula tumbuh permasalahan. Mereka bersaing menjadi yang ter dalam segala hal.
Terkaya, terkenal, tertinggi pangkat, jabatan, dan kedudukannya, terbanyak
hartanya! Dan untuk mendapatkan semua itu jika perlu sikat atas, sikat atas,
jika perlu injak bawah, injak bawah, jika perlu sikut kiri kanan, sikut kiri
kanan, asal tujuan tercapai cara apapun saja halal!! Na’uzubillahi man zalik!
Mereka berselisih, bertengkar, dan jika perlu berperang untuk sesuatu yang
tidak akan dibawa mati!
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah...
Dewan Juri
yang mulia
Pada hakikatnya dalam Islam, istilah perselisihan,
pertengkaran, apalagi peperangan bukanlah pakaian orang beriman. Kenapa? Allah swt.
berfirman dalam al-Quran surat al-Hujarat ayat 9: وَإِنْ
طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kalian damaikan antara keduanya!” Dalam kajian tafsir, kata “إِنْ” menunjukkan sesuatu yang jarang terjadi. Ini bermakna bahwa pertikaian antara kelompok
orang beriman sebenarnya diragukan atau
jarang terjadi. Kenapa? Pertama, karena mereka
adalah orang-orang yang memiliki keimanan yang sama sehingga visi dan tujuan mereka tentu juga sama. Kedua dan ini yang terpenting, karena orang-orang yang beriman itu
bersaudara! إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ Semestinya mereka sesakit sesenang, seiya setidak, saciok bak ayam,
sadanciang bak basi. Bukankah demikian orang yang bersaudara?? Dalam hadits,
Rasulullahpun bersabda: “Tarol mukminiina
fii taroohimihim wa tawaadihim wa ta’aathufihim, kamatsalil jasadi, izasytakaa
’adhwa tadaa’iy saairu jasadihi bissahri wal humaa.” “Kamu, kata Rasulullah,
akan melihat kaum mukminin dalam kasih sayang dan cinta-mencintai, pergaulan
mereka bagaikan satu badan, jika satu anggotanya sakit maka menjalarlah kepada
anggota lainnya sehingga badannya terasa panas dan tidak dapat tidur (HR.
Bukhari).
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah...
Dewan Juri
yang mulia
Jika demikian adanya maka semestinya
muncul suatu kefahaman kepada kita, walau belum tentu selaras dengan maksud
Allah, bahwa hikmah kita diciptakan berbeda-beda ini untuk menumbuhkan persaudaraan.
Untuk merasakan indahnya kebersamaan dalam perbedaan. Saling cinta-mencintai,
saling kasih mengasihi, dan saling mengalah untuk kepentingan yang lain. Dan
ujung dari semua itu memunculkan syukur dalam diri kita kepada Allah, meski Ia
telah jadikan kita berbeda namun ia telah jadikan kita bersaudara dan indah
dalam kebersamaan, sebagaimana lirik sebuah lagu:
Alhamdulillah wa syukru lillah.. bersyukur padamu ya
Allah..
Kau jadikan kami saudara.. hilanglah semua perbedaan..
Alhamdulillah wa syukru lillah.. bersyukur padamu ya
Allah..
Kau jadikan kami saudara.. indah dalam kebersamaan.
Semuanya Semoga Allah membukakan hati kita untuk
saling menerima satu dengan yang lainnya.
Wassalam..